Thursday, October 04, 2007

Belajar motret #3

Hehe, baru sempet lagi buat nulis-nulis mengenai motret....

Sebelumnya kan sudah kita coba efek dari shutter speed. Shutter speed umumnya digunakan saat kita ingin mengatur kecepatan "berkedip - seperti pada mata" dari kamera. Makin lama dia berkedip (shutter speed makin slow / lama) maka makin banyak "gambar" yang masuk ke dalam kamera. So pada kasus air terjun misalnya maka efeknya adalah air menjadi halus seperti kapas. Inilah efek slow shutter.

Selain mengatur shutter speed, maka kita juga dapat mengatur apperture. Bayangkan apperture seperti layaknya besarnya pipa yang kita gunakan dalam mengalirkan air ke ember. Sedangkan shutter speed adalah lama waktu kita membuka keran air tersebut. Apperture yang besar (artinya lubang pipa makin besar) ditandai dengan angka f yang makin kecil. So f2.8 dengan f5.6 ukuran besar pipanya lebih besar f2.8.

Kalau kita ingin menggunakan efek apperture (yang akan aku jelaskan efeknya nanti) maka kita memilih mode Av, atau apperture priority, pada kamera kita. Mode Av memungkinkan kita mengatur apperture dan membiarkan kamera mengatur shutter speed yang dibutuhkan secara otomatis.

Nah, sekarang kapan kita menggunakan apperture f2.8 atau f5.6 atau f8 ? Untuk itu sebelumnya kita harus mengerti dulu yang dimaksud dengan istilah ruang tajam (depth of field / dof). Dof mengacu pada area pada foto kita yang tajam / fokus. Apabila dof nya sangat sempit maka hanya ada sebagian kecil dari foto kita yang tajam, sedangkan sisanya blur. Kebalikannya apabila dof nya lebar maka hampir semua foto kita tajam/ fokus.

Pada kamera pocket yang cenderung memiliki sensor yang kecil maka efek apperture agak sulit dilihat. So kalau kita gunakan f2.8 atau f8 misalnya, kayaknya hasilnya akan sama saja. Tidak terlihat berbeda, semuanya terlihat tajam - dof nya cenderung selalu lebar. Well, kamera pocket memang di desain supaya menghasilkan foto yang tajam bukan?

Tapi pada kamera DSLR yang memiliki sensor lebih besar maka efek dof yang sempit dapat muncul. Apalagi jika ditambahkan lensa yang sifatnya tele (jarak jauh). Efek dof sempit ini bisa dilihat pada contoh foto dibawah ini :

Terlihat pada gambar diatas background fotonya blur semua. Yang tajam / fokus hanyalah burungnya saja. Ini contoh yang dof nya sempit. Biasanya digunakan untuk membuat perhatian dari orang yang melihat foto langsung ke obyek tertentu yang ingin ditonjolkan. Pada contoh gambar diatas, bayangkan apabila rerumputan di belakang burung masih terlihat jelas akan sangat mengganggu. Seperti pada contoh dibawah ini :
Pada contoh ini saat kita melihat si kucing mata kita terganggu oleh pohon dan semak-semak yang ada dibelakang. Fotonya menjadi kurang kuat dari segi komposisi.
Dof lebar (so pakai apperture yang sempit, misalnya f8 atau f11) umumnya digunakan untuk memotret pemandangan / landscape. Pada pemotretan landscape kita ingin agar seluruh foto kita tajam, tidak ada yang blur. Karena kurang mantap rasanya melihat foto pemandangan alam yang salah satu gunungnya blur bukan? Bisa dilihat di foto-foto ku yang bertema landscape aku hampir selalu menggunakan f5.6 keatas.
Ok, so patokannya bagaimana? Kalau mau blur backgroundnya - biasa untuk pemotretan satwa dan model, maka gunakan f4 atau lebih lebar (misalnya f2.8 atau f1.8 atau bahkan f1.4) plus lensa yang medium - tele (50 - 200 mm) untuk mendapatkan efek dof sempit. Sedangkan untuk arsitektur atau pemandangan / landscape maka gunakan f5.6 keatas, ideal f8, dan lensa medium-wide (14 -35mm).
So, selamat mencoba ....

No comments: